Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) mengakui bahwa kurikulum pendidikan kewarganegaraan untuk anak SD terlalu padat dan membebani siswa.
Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendiknas Diah Harianti mengatakan, berdasarkan laporan dari orang tua yang keberatan dengan mata pelajaran kewarganegaraan bagi anaknya yang masih duduk di tingkat sekolah dasar maka Kemendiknas akan merampingkan kurikulum mata pelajaran tersebut dalam waktu dekat.
Diah menjelaskan, kepadatan kurikulum pendidikan kewarganegaraan itu tercermin dari adanya pelajaran di kelas empat tentang pengenalan tata negara yaitu kelurahan, kecamatan bahkan hingga DPR serta apa fungsi dan tugas DPR.
“Menurut kami itu sudah terlalu berat sehingga akan dilakukan penataan mana yang diperlukan oleh anak SD dan mana yang tidak,” katanya di gedung Kemendiknas, Kamis (12/5/2011).
Kapuskurbuk menerangkan, Kemendiknas tidak hanya akan mengkaji ulang pendidikan kewarganegaraan melainkan ke seluruh mata pelajaran. Namun yang saat ini masih dikonsentrasikan ialah ke pendidikan jenjang SD mulai dari kurikulum hingga bukunya.
Empat mata pelajaran yang akan dinasionalkan yakni Agama, Pendidikan Kewarganegaraan,Matematika dan Bahasa Indonesia. “Ini baru wacana. Kita akan libatkan BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan ) dan berbagai pakar lain,” ungkapnya.
Diah mengakui, adanya perubahan tersebut karena berbagai hal yang berkembang ditengah masyarakat. Kemendiknas juga melihat banyak guru yang kesulitan untuk membuat kurikulum sendiri walaupun standar isi sudah dibuat di tingkat nasional.
Sementara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota juga masih memberikan pengawasan dan bantuan teknis bagi satuan pendidikan. Akan tetapi sentralisasi empat mata pelajaran ini tidak bisa ditarik kembali.
Mengenai hubungan antara perubahan kurikulum dengan pendidikan karakter, Diah menjawab, antara keduanya tidak ada perubahan. Saat ini pendidikan karakter tetap dilaksanakan dalam kurikulum namun yang pendidikan karakter yang digalakkan dikaitkan dengan Ujian Nasional (UN).
“Jadi bukan sekedar lulus UN saja. Ini penguatan kepada siswa bahwa bukan hanya harus pandai namun juga tetap bermoral dan berkarakter,” imbuhnya.
Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendiknas Diah Harianti mengatakan, berdasarkan laporan dari orang tua yang keberatan dengan mata pelajaran kewarganegaraan bagi anaknya yang masih duduk di tingkat sekolah dasar maka Kemendiknas akan merampingkan kurikulum mata pelajaran tersebut dalam waktu dekat.
Diah menjelaskan, kepadatan kurikulum pendidikan kewarganegaraan itu tercermin dari adanya pelajaran di kelas empat tentang pengenalan tata negara yaitu kelurahan, kecamatan bahkan hingga DPR serta apa fungsi dan tugas DPR.
“Menurut kami itu sudah terlalu berat sehingga akan dilakukan penataan mana yang diperlukan oleh anak SD dan mana yang tidak,” katanya di gedung Kemendiknas, Kamis (12/5/2011).
Kapuskurbuk menerangkan, Kemendiknas tidak hanya akan mengkaji ulang pendidikan kewarganegaraan melainkan ke seluruh mata pelajaran. Namun yang saat ini masih dikonsentrasikan ialah ke pendidikan jenjang SD mulai dari kurikulum hingga bukunya.
Empat mata pelajaran yang akan dinasionalkan yakni Agama, Pendidikan Kewarganegaraan,Matematika dan Bahasa Indonesia. “Ini baru wacana. Kita akan libatkan BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan ) dan berbagai pakar lain,” ungkapnya.
Diah mengakui, adanya perubahan tersebut karena berbagai hal yang berkembang ditengah masyarakat. Kemendiknas juga melihat banyak guru yang kesulitan untuk membuat kurikulum sendiri walaupun standar isi sudah dibuat di tingkat nasional.
Sementara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota juga masih memberikan pengawasan dan bantuan teknis bagi satuan pendidikan. Akan tetapi sentralisasi empat mata pelajaran ini tidak bisa ditarik kembali.
Mengenai hubungan antara perubahan kurikulum dengan pendidikan karakter, Diah menjawab, antara keduanya tidak ada perubahan. Saat ini pendidikan karakter tetap dilaksanakan dalam kurikulum namun yang pendidikan karakter yang digalakkan dikaitkan dengan Ujian Nasional (UN).
“Jadi bukan sekedar lulus UN saja. Ini penguatan kepada siswa bahwa bukan hanya harus pandai namun juga tetap bermoral dan berkarakter,” imbuhnya.